Hukum berqurban jika belum melaksanakan Aqiqah

-------------------PERTANYAAN------------------
Assalamu'alaikum warohmatullahi wa barokatuh...
Mohon penjelasannya mengenai hukum qurban jika kita belum melaksanakan aqiqah...
Ada pendapat tidak afdhol, dan bahkan ada yang berpendapat tidak sah...
Qobla wa ba'da, jazakumullah khoiron katsiro...


--------------------JAWABAN-----------------------

walaikum salam wr wb,,,,

Sebelum menjawab pertanyaan ini,, kita harus memahami terlebih dahulu bahwa aqikah itu merupakan tanggung jawab siapa?

Sebagian ulama mengatakan dia (Aqiqah) adalah tanggung jawab ayah (orang tua).
Berdasarkan hadits,:
Samurah bin Jundub, Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap anak yang lahir akan tertanggung oleh akikahnya.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasa`i dan Ahmad).

dengan kata lain Mereka menganggap bahwa akikah itu adalah tanggungan orangtua, maka tak ada hubungannya dengan si anak. dan otomatis si anak tidak perlu melakukan akikah setelah dia dewasa

Sebagian lagi mengatakan dia adalah tanggung jawab anak.
Dalil yang membolehkan adalah hadits dari Anas RA bahwa Rasulullah SAW meng-akikah-kan dirinya sendiri setelah menjadi Nabi.
Shahihkah riwayat ini? Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan riwayat Anas ini. Ada yang menganggap dha’if, seperti Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, An-Nawawi dalam Al-Majmu` syarh Al-Muhadzdzab, bahkan beliau mengatakan hadits ini batil. Demikian halnya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhish Al-Habir.
Ada pula yang menganggapnya shahih seperti Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah hadits nomor 2726. Beliau menjelaskan panjang lebar perbedaan para ulama mengenai hadits ini dan beliau berkesimpulan hadits ini shahih.

jadi Kesimpulannya,,, silahkan bagi yang ingin mengakikahkan dirinya bila belum diakikahkan di waktu kecil.,, ^_^

sebagaimana Dalam kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkam Al-Maulud (hal. 61 cetakan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1983), Ibnu Al-Qayyim menukil dari Al-Khallal bahwa Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan,“kalau ada orang yang mengakikahkan dirinya ketika dewasa maka aku tidak membencinya.”
Wallahu a’lam.

sedangkan hubungannya dengan pertanyaan saudara yakni bagaimana hukumnya orang berkurban sedang dia belum aqiqah,,?

jawabannya ialah:
jika orang tersebut mengambil pendapat pertama yakni Aqiqah adalah tanggung jawab orag tua, maka tidak ada lagi penghalangnya untuk berkurban (sah Qurbannya), karena dia tidak lagi terikat dengan akikah sebagaiman pendapat bahwa akikah itu adalah tanggungan orang tua,,

kemudian
jika dia mengambil pendapat kedua yakni Aqiqah adalah tanggung jawab anak, maka dia harus mengakikah dirinya dulu sebelum berkurban, karena dia masih terikat dengan aqikah sebagaimana pendapat bahwa aqiqah adalah tanggungan orang tua.

semoga dipahami,, dan jika masih kurang jelas, silahkan tanyakan kembali,,, ^_^

wallahu A'lam,, ^_^

Selengkapnya...

Jangan Sampai Cintamu salah Kaprah


Assalamu alaikum Wr, Wb
wahai para pembaca yang dirahmati Allah,, bukan maksud hati untuk melawan atau menolak segala perasaan yang ada,,(terus apa donk,,^_^) namun aturan yang telah ditetapkan sehingga tidak salah jika aku mengatakan bahwa ada beberapa karunia dalam hidup manusia bisa dikategorikan ke dalam karunia yang berbentuk cobaan atau ujian. mungkin pula kita bertanya-tanya ??!! apakah karunia yang berupa ujian atau cobaan tersebut,??! sebagai remaja yang mengalami pertumbuhan yang normal dan sudah barang tentu akan melewati masa di mana kadang-kadang logika lebih berperan aktif ataukah insting atau perasaan yang lebih aktif dalam menyikapi karunia tersebut, semakin jauh jari-jariku menulis artikel ini, mungkin semakin jauh pula rasa keingin tahuan saudara-saudara sekalian, khususnuya bagi teman-teman yang sedang dalam masa pertumbuhan atau peralihan ke arah yang lebih dewasa.

sekalipun saya menyadari bahwa dahulu di masa-masa sebelum saya mengenal betapa indahnaya Islam yang telah mengatur pergaulan kita, sayapun sangat pro dengan hal-hal yang akan saya utarakan dalam tulisan ini,, namun saya pikir beberapa kalimat-kalimat dalam tulisan ini telah mengantarkan kita sedikit-demi sedikit tentang apa sebenarnya karunia yang berbentuk cobaan, ujian, dan juga nikmat tersebut,,, mari kita simak baik-baik.

sebelumnya saya mohon maaf karena tulisan ini sebenarnya benar-benar hanya asal nulis doang, olehnya itu saya tidak mencantumkan dalil yang dzohir atau yang nyata, namun saya akan mencoba mengkaji dalil-dalil tersebut sesuai dengan realita yang ada dan Insya Allah tidak keluar dari faedah Islam,, ^_^


perasaan saling mencinta antara lawan jenis adalah sebuah anugerah yang amat luar biasa amat nikamt yang telah dikaruniakan Allah kepada kita, namun dibalik keistimewaan karunia atau nikmat tersebut, terdapat makna yang amat dalam jika kita mendalaminya lebih dalam lagi (alah,,, ni pemborosan kata namanya heheheh,, ^_^).

menurut hemat saya sebagai seorang pemikir amatir (ce ilee,,,^_^) bahwa cinta itu dapat saya bagi menjadi dua kategori, yang semuanya itu adalah fitrah manusia dan Allah memang sengaja menganugerahkannya kepada manusia dan mahluk-mahluk yang Dia (Allah) kehendaki, sebagai salah satu sarana untuk manusia dalam berinteraksi sesamanya maupun dengan alam sekitarnya, dan tentunya kita harus bersyukur dengan semua itu !! betul atau benar,,?? hehehehe,, (btw kapan pembahasannya nih,, ^_^)

ok kita masuk pembahasan !!(gila,,, jadi yang semua di atas itu baru pembukaan ya,,??)
cinta saya akan bagikan ke dlam dua golongan yakni :

A. Cinta Karena Allah
Cinta ini tumbuh dengan sendirinya tanpa ada rangsangan yang berarti dari obyek cinta tersebut,,, dengan kata lain cinta ini tumbuh dan bersemi bukan atas dasar nafsu syahwat,, ^_^
contoh-contoh cinta tersebut adalah : Cinta kepada Allah, Cinta Kepada Rasulullah Muhammad salallahu alaihi wasallam, cinta kepada kedua orang tua, cinta kepada saudara, dan semua cinta-cinta yang tidak melibatkan nafsu syahwat, (kalo kurang jelas silahkan tanyakan,,, ^_^) (mudah-han semuanya jelas agar tidak ada yang bertanya,, hehehehe ^_^)

B. Cinta Karena Syahwat
Cinta ini tumbuh karena adanya rangsangan yang sangat berarti dan menggairahkan untuk menimbulkan Cinta ini dari obyek cinta tersebut,, dan cinta inipun saya bagi lagi menjadi dua bagian
1. Cinta Syahwat yang telah halal, dan pastinya telah melewati jenjang pernikahan yang menghalalkannya,, ^_^

2. Cinta syahwat yang haram, dan dilakoni oleh pasangan2 yang mungkin kurang kasih sayang di rumahnya (heheheh,,,,jangan tersinggung yah,, ^_^) sehingga mereka mencari cinta dengan jalan yang haram, (kenapa gak nikah ajah,, daripada zina kayak gini,,^_^) dan tidak jarang ada di anatara para pelakunya mengaku saling mencinta karena Allah, karena mungkin mereka merasa saling memotivasi, padahal motivasi atau bentuk lain yang mereka saling memberi itu bukan karena Allah,, melainkan karena syahwat mereka,,(naudzu billahi mindzalik)

Nah cinta yang bagian B. 2. (maksudnya bagian B, pembahasan 2) inilah yang saya kategorikan sebagai karunia yang berupa ujian atau cobaan,,, ^_^

dengan kata lain atau bahasa Kailinya(bahasa daerah asli Palu) Notengea (Red.Pacaran)
wahai saudaraku yang seiman dan senasib serta seperjuangan dan mungkin sependapat, (waduh,,,, banyak amat,, ^_^)

Maha Suci Allah yang telah membuka jalan bagi kita untuk menjadikan karunia berupa cobaan tersebut menjadi karunia yang lebih nikmat lagi daripada pacaran, yakni taaruf,, (eitsss,,,, tunggu dulu) apa arti taaruf yang sebenarnya...??

menurut hemat penulis (gue githu loh,, ^_^)
--taaruf yang sebenarnya adalah jika kita benar-benar sudah siap lahir bathin untuk menikah, dan menjalani taaruf dengan niat bersungguh-sungguh untuk menikah, dan menjalaninya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (kayak proklamasi aja nih,, ^_^) atau secepatnya.

so,,, apakah taaruf yang anda sebut-sebut itu seperti yang di atas,,?? jika tidak, maka taaruf anda adalah jelmaan dari pacaran,, (Kayak silumana ajah,, ^_^heheheh)

namanya juga asal nulis,,, biar asal yang penting bermanfaat,, ^_^

Selengkapnya...

Mohon Pertolongan Allah

عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يوما فقال لي يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك إن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف.
(رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح في رواية غير الترمذي احفظ الله تجده أمامك تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبك وما أصابك لم يكن ليخطئك واعلم أن النصر مع الصبر وأن الفرج مع الكرب وأن مع العسر يسرا


Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : "Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering."
(HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih. Dalam riwayat selain Tirmidzi :
“Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”) .



Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu”, maksudnya hendaklah kamu menjadi orang yang taat kepada Tuhanmu, melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah beramal karena-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, niscaya kamu akan mendapati Allah menjadi penolongmu di saat situasi sulit, seperti yang pernah terjadi pada kisah tiga orang yang tertimpa hujan lebat lalu mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada saat itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kamu lakukan, lalu mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kamu diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka batu penutup gua itu kemudian terbuka lalu mereka dapat keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memberikan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.

Allah berfirman :

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaq : 3)

Berapa besar ketergantungan seseorang kepada selain Allah baik dalam hatinya maupun dalam angan-angannya, maka sebesar itu pula ia telah menjauhkan diri dari Allah untuk bergantung kepada sesuatu yang tidak kuasa memberinya manfaat atau kerugian. Begitu juga takut kepada selain Allah.

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan dengan sabdanya : “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu”.
Begitu pula dalam hal kerugian, “niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu”. Inilah yang disebut iman kepada taqdir.
Iman kepada taqdir adalah wajib, baik taqdir yang baik maupun yang buruk. Apabila seorang mukmin telah yakin dengan hal ini, maka apa perlunya dia meminta kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepada yang lain. Begitu pula jawaban Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada malaikat Jibril ketika ia bertanya kepada beliau saat berada di langit (ketika mi’raj) : “Apakah engkau membutuhkan pertolongan?” Beliau menjawab : “Kalau kepadamu tidak”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”, menguatkan keterangan tersebut diatas, Maksudnya adalah segala sesuatu telah ditakdirkan dan dibukukan pencatatannya oleh Allah ta’ala.

Kemudian sabda beliau : “Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”, maksudnya beliau mengingatkan kepada manusia di dunia ini, terutama orang-orang shalih bahwa mereka itu selalu dihadapkan kepada ujian dan cobaan sebagaimana firman Allah :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ

أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Sungguh Kami pasti memberi cobaan kepada kamu sekalian dengan sesuatu berupa rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang bila ditimpa musibah, mereka berkata : ‘Sungguh kami semua adalah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang terpimpin”. (QS. 2 : 155-157)

Allah berfirman :

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”. (QS. Az Zumar : 10)

sumber : sebagian di kutip dari kitab SYARHUL ARBA’IINA HADIITSAN AN-NAWAWIYAH

Selengkapnya...

4 Perkara Dalam Hidup

عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يوما فقال: يا غلام إني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك إن اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف

رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح، في رواية غير الترمذي احفظ الله تجده أمامك تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبك وما أصابك لم يكن ليخطئك واعلم أن النصر مع الصبر وأن الفرج مع الكرب وأن مع العسر يسرا(

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata: Suatu saat saya berada dibelakang nabi shallallahu`alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu empat perkara: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika suatu umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan
manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering)


Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih).
Dalam sebuah riwayat selain Turmuzi dikatakan: Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di depanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang tidak ditakdirkan atasmu tidak akan menimpamu dan apa yang menimpamu itulah yang ditakdirkan atasmu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu”, maksudnya hendaklah kamu menjadi orang yang taat kepada Tuhanmu, melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah beramal karena-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, niscaya kamu akan mendapati Allah menjadi penolongmu di saat situasi sulit, seperti yang pernah terjadi pada kisah tiga orang yang tertimpa hujan lebat lalu mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada saat itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kamu lakukan, lalu mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kamu diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka batu penutup gua itu kemudian terbuka lalu mereka dapat keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memberikan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.

Allah berfirman :

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath Thalaq : 3)

Berapa besar ketergantungan seseorang kepada selain Allah baik dalam hatinya maupun dalam angan-angannya, maka sebesar itu pula ia telah menjauhkan diri dari Allah untuk bergantung kepada sesuatu yang tidak kuasa memberinya manfaat atau kerugian. Begitu juga takut kepada selain Allah.

Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan dengan sabdanya : “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu”.

Begitu pula dalam hal kerugian, “niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu”. Inilah yang disebut iman kepada taqdir.
Iman kepada taqdir adalah wajib, baik taqdir yang baik maupun yang buruk. Apabila seorang mukmin telah yakin dengan hal ini, maka apa perlunya dia meminta kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepada yang lain. Begitu pula jawaban Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada malaikat Jibril ketika ia bertanya kepada beliau saat berada di langit (ketika mi’raj) : “Apakah engkau membutuhkan pertolongan?” Beliau menjawab : “Kalau kepadamu tidak”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”, Maksudnya adalah segala sesuatu telah ditakdirkan dan dibukukan pencatatannya oleh Allah ta’ala.

Kemudian sabda beliau : Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”, maksudnya beliau mengingatkan kepada manusia di dunia ini, terutama orang-orang shalih bahwa mereka itu selalu dihadapkan kepada ujian dan cobaan sebagaimana firman Allah :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ

أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Sungguh Kami pasti memberi cobaan kepada kamu sekalian dengan sesuatu berupa rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang bila ditimpa musibah, mereka berkata : ‘Sungguh kami semua adalah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang terpimpin”. (QS. 2 : 155-157)

Allah SWT berfirman :

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”. (QS. Az Zumar : 10)


Selengkapnya...

Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ «مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ» حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi No. 2318 Malik, Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)


Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Qurrah bin ‘abdurrahman dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dan sanad-sanadnya ia nyatakan shahih. Tentang Hadits ini ia berkata : “Hadits ini kalimatnya pendek tetapi padat berisi”. Semakna dengan Hadits ini adalah ucapan Abu Dzar pada beberapa riwayatnya: “Barang siapa yang menilai ucapan dengan perbuatannya, maka dia akan sedikit bicara dalam hal yang tidak berguna bagi dirinya”.
Imam Malik menyebutkan bahwa sampai kepadanya keterangan bahwa seseorang berkata kepada Luqman : “Apa yang menjadikan engkau mencapai derajat yang kami saksikan sekarang?” Jawabnya : “Berkata benar, menunaikan amanat dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna bagi diriku”.

Kebanyakan yang diinginkan dengan kalimat “meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat” adalah menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, sebagaimana Allah SWT berfirman :

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)

oleh karena itu sudah seharusnyalah kita meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk dir kita, dan marilah kita saling mengajak untuk berbuat kebaikan, saling menasehati dalam kebaikan, sebagaimana Allah SWT berfirmann :

لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisaa`:114)

Pelajaran kita ambil dari hadits tersebut:
1. Termasuk sifat-sifat orang muslim adalah dia menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yangmulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah.

2. Pendidikan bagi diri dan perawatannya dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat didalamnya.

3. Menyibukkkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah kesia-siaan dan merupakan pertanda kelemahan iman.

4. Anjuran untuk memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri bagi dunia maupun akhirat.

5. Ikut campur terhadap sesuatu yang bukan urusannya dapat mengakibatkan kepada
perpecahan dan pertikaian di antara manusia.

sumber : sebagian di kutip dari kitab SYARHUL ARBA’IINA HADIITSAN AN-NAWAWIYAH
Selengkapnya...

Milikilah Sifat Malu

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
رواه البخاري


Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah : Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka (Riwayat Bukhori)

Penjelasan :
Salah satu hikmah yang terkandung didalam kitab-kitab agama dari dahulu sampai sekarang ialah tentang rasa malu yang harus ada pada diri kita. Sebagaimana juga telah diterangkan oleh Rasulullah saw, Artinya: Apabila engkau tidak mempunyai malu, maka perbuatlah apa yang engkau kehendaki. (H.R.Bukhori) Saudaraku, didalam memahami hadist ini, manusia terbagi pada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan, bahwa perintah didalam perkataan Nabi ini adalah; untuk teguran keras. Serupa dengan teguran Allah swt :

'إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا ۗ أَفَمَنْ يُلْقَىٰ فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Fushilat40 ).

Maksudnya apabila manusia tidak mau menuruti perintah Allah, maka perbuatlah apa yang disukainya, karena Allah mengetahui dan akan membalas seluruh perbuatan manusia itu. Dengan memakai arti ini dapat dipahami bahwa, Malu yang tersebut dalam perkataan Nabi itu adalah suatu sifat yangmenghalangi seseorang dari berbuat dosa dan kejahatan. Maka orang yang tidak punya malu dia akan cenderung berbuat dosa dan kejahatan. Dosa dan kejahatan baginya seperti satu tubuh yang tidak terpisah. Kalau seseorang sudah tidak terpisah dengan dosa dan kejahatan, maka ia akan berbua sesuka-sukanya, dan semau maunya, seolah-olah dia diperintah untuk berbuat dosa dan kejahatan itu. Hal itu terjadi dikarenakan dia sudah tidak mempunyai rasa malu lagi.

Sabdanya “kalimat kenabian yang pertama”, maksudnya ialah bahwa rasa malu selalu terpuji dan dipandang baik, selalu diperintahkan oleh setiap nabi dan tidak pernah dihapuskan dari syari’at para nabi sejak dahulu.

Sabda beliau : “berbuatlah sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu : pertama, berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu”
Yang juga berarti ancaman, sebab kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr maka hendaklah dia memotong-motong daging babi”.
Tidak berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.
Pengertian kedua ialah hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari Iman”.

Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena kesamaan pengaruhnya pada seseorang.
sumber : SYARHUL ARBA’IINA HADIITSAN AN-NAWAWIYAH
Wallaahu a’lam.
Selengkapnya...

Kewajiban Memberantas Kemungkaran

عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم


Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju) , dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim)

Penjelasan :
Muslim meriwayatkan Hadits ini dari jalan Thariq bin Syihab, ia berkata : Orang yang pertama kali mendahulukan khutbah pada hari raya sebelum shalat adalah Marwan. Lalu seorang laki-laki datang kepadanya, kemudian berkata : “Shalat sebelum khutbah?”. Lalu (laki-laki tersebut) berkata : “Orang itu (Marwan) telah meninggalkan yang ada di sana (Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam)”. Abu Sa’id berkata : “Adapun dalam hal semacam ini telah ada ketentuannya. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : ‘Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya); dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman’ “. Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan semacam itu belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelum Marwan.
Jika ada yang bertanya : “Mengapa Abu Sa’id terlambat mencegah kemungkaran ini, sampai laki-laki tersebut mencegahnya?” Ada yang menjawab : “Mungkin Abu Sa’id belum hadir ketika Marwan berkhutbah sebelum shalat. Lelaki itu tidak menyetujui perbuatan tersebut, lalu Abu Sa’id datang ketika kedua orang tersebut sedang berdebat. Atau mungkin Abu Sa’id sudah hadir tetapi ia merasa takut untuk mencegahnya, karena khawatir timbul fitnah akibat pencegahannya itu, sehingga tidak dilakukan. Atau mungkin Abu Sa’id sudah berniat mencegah, tetapi lelaki itu mendahuluinya, kemudian Abu Sa’id mendukungnya”.
Wallaahu a’lam.

Pada Hadits lain yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam Bab Shalat Hari Raya, disebutkan bahwa Abu Sa’id menarik tangan Marwan ketika ia hendak naik ke atas mimbar. Ketika keduanya berhadapan, Marwan menolak peringatan Abu Sa’id sebagaimana penolakannya terhadap seorang laki-laki seperti yang dikisahkan pada Hadits di atas, atau mungkin kasus ini terjadinya berlainan waktu.
Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya)” dipahami sebagai perintah wajib oleh segenap kaum muslim. Dalam Al Qur’an dan Sunnah telah ditetapkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ini termasuk nasihat dan merupakan urusan agama. Adapun firman Allah :
“Jagalah diri kamu sekalian, tidaklah merugikan kamu orang yang sesat, jika kamu telah mendapat petunjuk”. (QS. Al Maidah : 105)
tidaklah bertentangan dengan apa yang telah kami jelaskan, karena paham yang benar menurut para ulama ahli tahqiq adalah bahwa makna ayat tersebut ialah jika kamu sekalian melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, maka kamu tidak akan menjadi rugi bila orang lain menyalahi kamu.

Hal ini semakna dengan firman Allah :
“Seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain”. (QS. 6 : 164)
Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi mungkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh yang diberi peringatan. Wallaahu a’lam.

Kemudian, amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan perbuatan wajib kifayah, sehingga jika telah ada yang menjalankannya, maka yang lain terbebas. Jika semua orang meninggalkannya, maka berdosalah semua orang yang mampu melaksanakannya, terkecuali yang ada udzur. Kemudian ada kalanya menjadi wajib ‘ain bagi seseorang. Misalnya, jika di suatu tempat yang tidak ada orang lain yang mengetahui kemungkaran itu selain dia, atau kemungkaran itu hanya bisa dicegah oleh dia sendiri, misalnya seseorang yang melihat istri, anak, atau pembantunya melakukan kemungkaran atau kurang dalam melaksanakan kewajibannya.
Para ulama berkata : “Tanggung jawab amar ma’ruf dan nahi mungkar itu tidaklah terlepas dari diri seseorang hanya Karena ia beranggapan bahwa peringatannya tidak akan diterima. Dalam keadaan demikian ia tetap saja wajib menjalankannya. Allah berfirman :
“Berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin”. (QS. 51 : 55)
Telah disebutkan di atas bahwa setiap orang berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi tidak diwajibkan sampai peringatannya itu diterima.
Allah berfirman :
“Tiadalah kewajiban bagi seorang Rasul melainkan hanya menyampaikan peringatan”. (QS. 5 : 99)

Para ulama berkata : “Orang yang menyampaikan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah diharuskan dirinya telah sempurna melaksanakan semua yang menjadi perintah agama dan meninggalkan semua yang menjadi larangannya. Ia tetap wajib menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar sekalipun perbuatannya sendiri menyalahi hal itu. Hal ini Karena seseorang wajib melakukan dua perkara, yaitu menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Jika yang satu (amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri) dikerjakan, tidak berarti yang satunya (amar ma’ruf nahi mungkar kepada orang lain) gugur”.

Para ulama berkata : “Tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak hanya menjadi kewajiban para penguasa, tetapi tugas setiap muslim”. Yang diperintahkan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar adalah orang mengetahui tentang apa yang dinilai sebagai hal yang ma’ruf atau mungkar. Bila berkaitan dengan hal-hal yang jelas, seperti shalat, puasa, zina, minum khamr, dan semacamnya, maka setiap muslim wajib mencegahnya karena ia sudah mengetahui hal ini. Akan tetapi, dalam perbuatan atau perkataan yang rumit dan hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad yang golongan awam tidak banyak mengetahuinya, maka mereka tidaklah punya wewenang untuk melakukan nahi mungkar. Hal ini menjadi wewenang ulama. Dan para ulama hanya dapat mencegah kemungkaran yang sudah jelas ijma’nya. Adapun dalam hal yang masih diperselisihkan, maka dalam hal semacam ini tidak dapat dilakukan nahi mungkar, sebab setiap orang berhak memilih salah satu dari dua macam paham hasil ijtihad. Sedang pendapat setiap mujtahid itu dinilai benar sesuai keyakinannya masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh sebagian besar ulama tahqiq. Pendapat lain mengatakan bahwa yang benar itu hanya satu dan yang salah bisa banyak, tetapi mujtahid yang salah itu tidak berdosa. Sekalipun demikian, dinasihatkan supaya kita menjauhi persoalan yang diperselisihkan. Hal ini adalah satu sikap yang baik. Kita dianjurkan untuk melaksanakan nahi mungkar ini dengan santun.

Syaikh Muhyidin berkata : “Ketahuilah bahwa sejak lama amar ma’ruf nahi mungkar ini oleh sebagian besar orang telah diabaikan. Pada masa-masa ini hanyalah tinggal dalam tulisan yang amat sedikit, padahal ini merupakan hal yang amat besar peranannya bagi tegaknya urusan umat dan kekuasaan. Apabila perbuatan-perbuatan buruk merajalela, maka orang-orang shalih maupun orang-orang jahat semuanya akan tertimpa adzab. Jika orang yang shalih tidak mau menahan tangan orang yang zhalim, maka nyaris adzab Allah akan menimpa mereka semua. Allah berfirman :
“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul-Nya khawatir tertimpa fitnah atau adzab yang pedih”. (QS. 24 : 63)
Oleh karena itu, sepatutnya para pencari akhirat dan orang yang berusaha mendapatkan keridhaan Allah memperhatikan masalah ini. Hal ini karena kemanfaatannya amat besar, apalagi sebagian besar orang sudah tidak peduli, dan orang yanng melakukan pencegahan kemungkaran tidak lagi ditakuti, karena martabatnya yang rendah. Allah berfirman :
“Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya”. (QS. 22 :40)

Oleh karena itu, ketahuilah bahwa pahala itu diberikan sesuai dengan usahanya dan tidak boleh meninggalkan nahi mungkar ini hanya karena ikatan persahabatan atau kecintaan, sebab sahabat yang jujur ialah orang yang membantu saudaranya untuk memajukan kepentingan akhiratnya, sekalipun hal itu dapat menimbulkan kerugian dalam urusan dunianya. Adapun orang yang menjadi musuh ialah orang yang berusaha merugikan usaha untuk kepentingan akhiratnya atau menguranginya sekalipun sikapnya seperti dapat membawa keuntungan duniawinya.
Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar seyogyanya dilakukan dengan sikap santun agar dapat lebih mendekatkan kepada tujuan. Imam Syafi’i berkata : “Orang yang menasihati saudaranya dengan cara tertutup, maka orang itu telah benar-benar menasihatinya dan berbuat baik kepadanya. Akan tetapi orang yang menasihatinya secara terbuka, maka sesungguhnya ia telah menistakannya dan merendahkannya”.

Hal yang sering diabaikan orang dalam hal ini, yaitu ketika mereka melihat seseorang menjual barang atau hewan yang mengandung cacat tetapi ia tidak mau menjelaskannya, ternyata mereka tidak mau menegur dan memberitahukan kepada pembeli atas cacat yang ada pada barang itu. Orang-orang semacam itu bertanggung jawab terhadap kemungkaran tersebut, karena agama itu adalah nasihat (kejujuran), maka barang siapa tidak mau berlaku jujur atau memberi nasihat, berarti ia telah berlaku curang.

Kalimat “hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya) ; jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya) ; dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya” , maksudnya hendaklah ia mengingkari perbuatan itu dalam hatinya. Hal semacam itu tidaklah dikatakan telah merubah atau melenyapkan, tetapi itulah yang sanggup ia kerjakan. Dan kalimat “demikian itu adalah selemah-lemah iman” maksudnya ialah – Wallaahu a’lam – paling sedikit hasilnya (pengaruhnya).

Orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar tidaklah punya hak untuk mencari-cari, mengontrol, memata-matai, dan menyebarkan prasangka, tetapi jika ia menyaksikan orang lain berbuat mungkar, hendaklah ia mencegahnya. Al Mawardi berkata : “Orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah punya hak untuk menyebarkan praduga atau memata-matai, kecuali memberitahukan kepada orang yang bisa dipercaya”. Bila ada seseorang yang membawa orang lain ke tempat sunyi untuk dibunuh, atau membawa seorang perempuan ke tempat sunyi untuk dizinai, maka dalam keadaan semacam ini, bolehlah ia memata-matai, mengawasi dan mengintai karena khawatir terdahului oleh kejadiannya.

Disebutkan bahwa kalimat “demikian itu adalah selemah-lemah iman” maksudnya ialah hasilnya (pengaruhnya) sangat sedikit. Tersebut dalam riwayat lain :
“Selain dari itu tidak lagi ada iman sekalipun sebesar biji sawi”.
Artinya selain dari tiga macam sikap tersebut tidak lagi ada sikap lain yang ada nilainya dari segi keimanan. Iman yang dimaksud dalam Hadits ini adalah dengan makna islam.

Hadits ini menyatakan bahwa orang yang takut pembunuhan atau pemukulan, ia terbebas dari melakukan pencegahan kemungkaran. Inilah pendapat para ulama ahli tahqiq zaman dahulu maupun sekarang. Sebagian dari golongan yang ekstrim berpendapat bahwa sekalipun seseorang takut, tidaklah ia terbebas dari kewajiban mencegah kemungkaran.

sumber : SYARHUL ARBA’IINA HADIITSAN AN-NAWAWIYAH
Selengkapnya...

Amal Tergantung Dari Niat

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا الأَعْمالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَ رَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَ رَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثِيْنَ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَةَ الْبُخَارِيُّ وَ أبُو الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِيُّ النَّيْسَابُوْرِيُّ فيِ صَحِيْحَيْهِمَا الَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ

Amirul mukminin, Umar bin khathab radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits.

Penjelasan :
Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.

Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.

Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.

Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” �� “Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman”. (QS. Ar-Ra’d : 7)

Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” �� “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.

Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam

Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.

sumber : SYARHUL ARBA’IINA HADIITSAN AN-NAWAWIYAH
–wallahu a’lam –
Selengkapnya...

Hukum Nyanyian dan Musik

------------------------------PERTANYAAN------------------
Assalamu'alaykum....
afwan bagaimana hukum n' dalil dalil ttng musik.... d mata islam,,,,
syukron...


-------------------------------------JAWABAN----------------
Waalaikum salam wr wb,

A. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:

a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)
Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.
Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

d. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].

e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

B. Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian:

a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:
Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:

“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:

“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:

“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].


Jadi Intinya,, nyanyian yang diharamkan itu adalah nyanyian2 yang mengandung kata2 kekerasan, kata2 maksiat, kata2 zina, dll,

Dan bgitu sebaliknya nyanyian yang dibolehkan,, ^_^
Selengkapnya...

Jangan dekati Zina

---------------------------PERTANYAAN--------------------------
Asslamu'alaikum.
apakah dalil atw hadist yg menyatakan pacaran itu haram. dan
saya jg ingin meminta dalil atw hadist yg menyatakan pacaran itu halal..'
karena mnurut saya, pacaran itu sama dg taa'ruf.
mohon jawabannya.
wssalam.

---------------------------------JAWABAN---------------------------------------
Waalaikum salam Wr, Wb.
“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’ : 32)

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata (terhadap wanita) dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan, dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya.” (An-Nur : 30 – 31)


“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan.” (HR. Ahmad)

Dan tidak ada dalam Alquran maupun hadits yang menghalalkan Pacaran,,!
Taaruf dalam Islam bukan Pacaran,, melainkan hanya saling kenal mengenal dan satu sama lain dengan tujuan untuk melanjutkannya ke jenjang pernikahan,,

Dan banyak remaja2 sekarang yang salah mengartikan taaruf,!
Padahal taaruf fersi remaja sekarang bukan hanya mendekati zinah tetapi sudah berzina,,,!!

Berzina bukan hanya melakukan hubungan Intim,, Tepai masih banyak zina2 yang lain yang ditimbulakan gara2 pacaran seperti :
1. Zina tangan dengan bersentuhan
2. Zina mata dengan saling memandang
3. Zina hati dengan melalaikan Allah
4. Zina lisan dengan perkataan-perkataan yang menimbulkan syahwat
5. Zina telinga dengan mendengarkan rayuan-rayuan syahwat
6. Zina farji’

WALLAHU A'LAM,,, ^_^ Selengkapnya...

Hukum Cadar

-------------------------------PERTANYAAN---------------------------
Afwan akh,ana krm mesage ...ad yg mw ana tnyakan mngenai hijab..
Bismillah..
Allah berfirman:"dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita)maka mintalah dari balik hijab.(Al-ahzab:53)..apakah ini bs d jadikan dalil wajibny brhijab/brcadar ??afwan n syukra^_^


--------------------------------------JAWABAN-----------------------------------------
Syukran atas Pertanyaannya,

"Tidak ditemukan dasar hukum wajibnya cadar dalam agama Islam. Keempat madzhab fikih Islam sendiri tidak menghukumi wajah sebagai aurat,"

Imam Abu Hanifah dan pengikutnya justru bukan sekedar tidak menganggap wajah dan kedua telapak tangan (wajh wa kaffayn) sebagai aurat, tetapi juga mereka menganggap telapak kaki (qadamayn) bukan termasuk aurat.

Ahmad ibn Hanbal mempunyai dua qawl (pendapat) terkait hukum wajah perempuan. Qawl pertama menyatakan jika wajah adalah aurat. Sementara dalam qawl terakhir, Ibn Hanbal tidak menyatakan wajah sebagai aurat.

namun jika wanita2 muslimah ingin lebih menjaga kehormatannya, maka itu lebih utama baginya,, ^_^

--------------------------PERTANYAAN-----------------------------
Lalu bgaimana dgn ayat..bismillah..
"dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka(para wanita) maka mintalah dr balik hijab.(AL-Ahzab:53)..syukran


-----------------------------------------JAWABAN----------------------------------
ayat itu lengkapnya adalah sbb:

Surah Al-Ahzab 53;
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak , tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu , dan Allah tidak malu yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka , maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah."

nah di dalam ayat itu bercerita tentang tata cara bertamu di rumah Rasulullah,,, tidak ada pengkhususan di dalamnya mengenai wajibnya cadar,, ^_^

lagian Q juga gak berani mewajibkan apa yang tidak di wajibkan oleh Rasulullah saw, ^_^
wallahu a'lam,, Selengkapnya...

Tidak ada Mudhorat tanpa Izin Allah

------------------PERTANYAAN-------------------------
Assalamualaikum,akhi..afwan ana krm mesage ke enta ,akhi ana ingn brtanya kpdmu,bagaimana pndapatmu?bgni akh,ana ada rncna mnggunakan cadar,alhamdulilah hati ana tlah mantap,,ttapi adany ramai brita teroris,mmbuat ana tkut akan reaksi lingkungan ana ,,mengingat ana tinggal di bali,bgaimana pndapatmu akh..syukran

----------------------JAWABAN-----------------------------------
waalaikum salam wrahmatullahi wabarakatuh,, ^_^
afwan sebelumnya baru balas,,, ^_^

Subhanallah,,, maha suci Allah yang menguasai seluruh isi hati manusia dan telah menggerakkan hati Ukhtiy untuk lebih menjaga kehormatannya lagi sebagai wanita muslimah,,

memang tidak bisa kita pungkiri bahwa sebagian besar Isu teroris di tanah air selalu dilimpahkan pada ISlam, karena sebagian besar mereka
memang beragama Islam, namun tidak semua mereka berjuang demi Islam melainkan hanya karena kepentinga pihak2 yang lain,!

Q juga cukup mengerti keadaan di daerah ukhtiy,, namun Allah swt berfirman, : "Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya? Dan Dia menahan (benda-benda) langit (agar tidak) jatuh ke bumi, kecuali dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Mahapengasih lagi Mahapenyayang kepada manusia.[QS. Al-Hajj: 65]

Katakanlah aku tidak dapat mendatangkan suatu manfaat buat diriku dan tidak pula dapat mencegah suatu mudharat dari diriku, kecuali yang dikehendaki Allah (Q. S. al-A'raf: 188)

Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa seizin-Nya? (Q. S. al-Baqarah: 255)


dari ayat2 di atas sungguh jelas, bahwa tidak ada yang dapat memberikan mudharat (keburukan) kepada siapapun tanpa seizin Allah,!

mantapkan niatmu, jika memang sudah benar2 yakin,,, maka yakinkan juga hatimu bahwa tidak ada yang sanggup memberikan mudharat atasmu tanpa izin Allah, ^_^

Allah Maak,, ^_^ Selengkapnya...

Hadits-Hadits Dha’if dan palsu Seputar Ramadhan



Bulan ramadhan merupakan bulan yang dltunggu kedatangannya oleh seluruh kaum muslimin. Berbagal macam keglatan diadakan dalam rangka memanfaatkan bulan Ini. Diantara kegiatan yang sering diadakan adalah ceramah atau ta'llm. Kegiatan Inl sangat membantu kaum muslimin dalam mengenal agama Islam ini. Namun sangat disayangkan, banyak diantara para da'i ini yang menyampalkan hadits-hadits dha'if (derajatnya lemah), bahkan hadits maudhu' (palsu). Padahal mestlnya kita berhati-hati dalam menyampaikan sebuah hadits. Kita harus tahu dulu derajat hadits tersebut Jika kita sudah mengetahui, bahwa hadits tersebut maudhu', namun kfta tetap menyampaikannya, berartl terkena ancaman berdusta atas nama Rasulullah yang balasannya adalah neraka. Wal iyadzu billah. Berikut ini kami sampaikan beberapa hadits dhaif dan maudhu' yang banyak beredar di masyarakat bekaitan dengan bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.

1. Bulan Ramadhan itu permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan), dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Al 'Uqaili dalam Adh Dhu'afa (172), Ibnu Adi (1/165), Al Khatib dalam Al Muwadhdhih (2/77), Ad Dailami (1/1/10-11), Ibnu 'Asakir (8/506/1), dari jalan Sallam bin Siwar dari Maslamah bin Ash Shalt dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu'. Al 'Uqaili berkata,"Tidak ada asalnya dari Az Zuhri."

Ibnu Adi berkata, "Dan Sallam (bin Sulaiman bin Siwar), menurutku adalah seorang munkarul hadits, dan Maslamah tidak dikenal." Sedangkan Ibnu Abi Hatim mengatakan tentang Maslamah,"Dia itu matrukul hadits."

2. Shalat Jum'at di Madinah seperti seribu shalat di tempat lain, dan puasa bulan Ramadhan di Madinah seperti puasa seribu bulan di tempat lain.
Hadits dengan lafadz seperti ini adalah maudhu' (palsu). Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Minhajul Qashidin 1/57/2 dan dalam Al llal Al Wahiyah 2/86-87, dan Ibnu An Najjar dalam Ad Durar Ats Tsaminah Fi Tarikh Al Madinah (337), dari jalan Umar bin Abu Bakar Al Mushili dari Al Qasim bin Abdullah dari Katsir bin Abdullah bin 'Amr bin 'Auf dari Nafi' dari Ibnu Umar secara marfu'. Namun, dalam jalan periwayatan ini terdapat periwayat-periwayat yang matruk dan pendusta, yaitu:
a) Katsir bin Abdullah bin Amr bin 'Auf. Imam Asy Syafi'i berkata,"Dia adalah salah satu rukun dusts (yakni pendusta)."
b) Al Qasim bin Abdullah, yakni Al Amri AI Madani. Imam Ahmad berkata, "Dia pernah memalsukan hadits.
c) Umar bin Abu Bakar Al Mushili. Abu Hatim berkata, "Dia seorang yang matruk dan dzahlbul hadits (maksudnya yakni ditinggalkan haditsnya).
3. Dari Anas berkata, Nabi pernah ditanya, "Puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan?" Beliau menjawab, "(Puasa) Sya'ban untuk mengagungkan Ramadhan." Beliau ditanya lagi, "Shadaqah manakah yang lebih utama?" Beliau menjawab, "Shadaqah di bulan Ramadhan."
Hadits dha'if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi 1/129, Abu Hamid Al Hadhrami dalam haditsnya, dan dari jalannya Al Ha_zh Al Qasim bin AI Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan dalam Al Amalfi (majiis 47/2/2) dan Adh Dhiya' Al Maqdisi dalam AlMuntaqa Minal Masmu'at Bi Marwu7/1 dari jalan Shadaqah bin Musa dari Tsabit dari Anas

Abu isa At Turmudzi berkata,"Ini adalah hadits ghalib (satu jalan periwayatannya), dan Shadaqah bin Musa menurut mereka (ahli hadits) tidak begitu kuat (haditsnya)."
Dalam At Ta'liq, Imam Ahmad berkata tentangnya, "Aku tidak mengenalnya." Adz Dzahabi dalam Adh Dhu'afa menyebutkan tentangnya (Shadaqah bin Musa), "Mereka (ahii hadits) telah mendha'ifkannya."
Dan Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tagrib (Taqrib At Tandzib no. 2921.) "Dia itu shaduq (jujur), tapi mempunyai beberapa kesalahan." Al Mundziri dalam At Targhib 1/79 mengisyaratkan perihal dha'ifnya hadits ini.

4. Dari lbnul Musayyib, ia pernah ditanya tentang puasa (Ramadhan) pada waktu safar, maka ia bercerita bahwa Umar bin Al Khaththab berkata, "Kami berperang bersama Rasulullah di bulan Ramadhan dua kali, pada perang Badar dan fathu Makkah, dan kami berbuka pada dua waktu tersebut."

Hadits Ini sanadnya dha'if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi no. 714. Pada sanadnya terdapat periwayat bernama Ibnu Lahi'ah, seorang yang shaduq, tapi menjadi kacau hafalannya setelah buku-bukunya terbakar. Tapi riwayatnya dari Ibnul Mubarak dan Ibnu Wahb bisa diterima. Dalam bab ini, ada juga riwayat dari Abu Said Abu'Isa berkata, "Kami tidak mengetahui hadits Umar kecuali dari jalur ini. Dan telah diriwayatkan dari, Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi, bahwa beliau memerintahkan untuk berbuka pada salah satu peperangan yang beliau ikuti. Dan telah diriwayatkan dari Umar pula serupa dengan hadits ini, hanya saja disebutkan keringanan untuk berbuka, ketika berhadapan dengan musuh. Dan ini merupakan pendapat sebagian ulama."

5. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berbuka satu hari pada (slang hari) Ramadhan tanpa ada sebab keringanan atau sakit, maka tidak bisa diganti meski dengan puasa sepanjang masa."
Hadits dha'if. Diriwayatkan oleh At Turmudzi no. 723, Abu Daud no. 2396, dan Ibnu Majah no. 1672. Abu Isa berkata,"Hadits Abu Hurairah, tidak kami ketahui, kecuali dari jalur ini. Aku mendengar Muhammad (Al Bukhari) berkata, 'Abul Muthawwis namanya adalah Yazid bin Al Muthawwis, saya tidak mengetahui darinya kecuali hadits ini'."
Lihat Dha'if At Turmudzi halaman 78-79 (no. 723), Dha'if Sunan Ibnu Majah halaman 131 no. 329/1696 - secara ringkas, Dha'if Al Jami'Ash Shaghir no. 5462 dan Dha'if Sunan Abu Daud 413.

6. Jika datang malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat kepada makhlukNya, dan jika Allah telah melihat hambaNya, maka Allah tidak akan mengadzabnya untuk selamanya, di setiap malam dan Allah memiliki satu juta jiwa yang dibebaskan dari api neraka.
Hadits maudhu' (palsu). Diriwayakan oleh Ibnu Fanjuyah dalam Majlis Min Al Amali Fi Fadhli Ramadhan (hadits terakhir), dan Abu! Qasim AI Ashbahani dalam At Targhib (Q 180/1) dari jalan Hammad bin Mudrik dari Utsman bin Abdullah dari Malik dari Abu Az Zinad dari AI A'raj dari Abu Hurairah secara marfu'.
Dari jalan ini pula Adh Dhiya' Al Maqdisi meriwayatkannya dalam Al Mukhtarah (10/100/1), dengan ada tambahan, kemudian is (Adh Dhiya') berkata,"Utsman bin Abdullah Asy Syami, tertuduh (memalsukan hadits) dalam periwayatannya."
Demikian pula ibnul Jauzi menyebutkannya secara sempurna dalam Al Maudhu'at (2/190), kemudian beliau berkata yang kesimpulannya sebagai berikut-,"(Hadits) maudhu', dalam (sanad)nya terdapat para periwayat yang majhul (tidak dikenal), dan yang tertuduh memalsukan adalah Utsman." Hal itu disetujui oleh As Suyuthi dalam Al Laali' (2/100-101).

7. Ketahuilah, aku kabarkan kepada kalian, bahwa malaikat yang paling utama adalah Jibril nabi yang paling utama adalah Adam hari yang paling utama adalah hari Jum'at , bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, malam yang paling utama adalah malam lailatul qadar, dan wanita yang paling utama adalah Maryam binti lmran.
Hadits maudhu' (palsu). Diriwayatkan oieh Ath Thabarani no. 11361 dari jalan Nafi Abu Hurmuz dari 'Atha bin Abi Rabah dari Ibnu 'Abbas secara marfu'
Ini adalah hadits maudhu'. Nafi Abu Hurmuz dinyatakan dusta oleh Ibnu Ma'in. Sedangkan An Nasai mengatakan, "Dia tidak tsiqah." Dan Nabi yang paling utama adalah Muhammad, berdasarkan hadits shahih, Aku adalah penghulu manusia pada hari kiamat... (HR Muslim 1/127).
Hal ini menunjukkan, bahwa hadits di atas maudhu' (palsu). Al Haitsami menyebutkannya dalam Al Majma' (8/198), lalu beliau mendha'ifkannya dengan sebab Nafi. Beliau mengatakan tentang Nafi-, "(Dia itu) matruk." yakni ditinggalkan haditsnya.

8. "Subhanallah, apa gerangan yang akan kalian hadapi dan apa gerangan yang akan mendatangi kalian - beliau ucapkan tiga kali-. "Umar bertanya, ' Wahai Rasulullah, apakah telah turun wahyu ataukah ada musuh yang datang?"Beliau menjawab, "Bukan, tetapi Allah akan mengampuni setiap ahli kiblat ini (umat Islam) pada awal bulan Ramadhan."
Sementara itu, ada seorang laki-laki di sudut kerumunan orang banyak sedang menggelengkan kepalanya sambil mengucapkan 'puh, puh'. Maka Nabi berkata kepadanya, "Sepertinya dadamu merasa sesak dengan apa yang kamu dengar."Orang tersebut menjawab, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah. Akan tetapi, engkau mengingatkan tentang orang-orang munafikin." Maka Nabi berkata,
"Sesungguhnya orang munafikin itu kafir, dan orang kafir tidak memperoleh bagian sedikitpun dalam hal ini."
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Awsath (1/97/1 salah satu diantara tambahan-tambahannya), Abu Thahir Al Anbari dalam Masyikhah-nya (147/1-2), Ibnu Fanjuyah dalam Majlis Min Al Amal_ Fi Fadhli Ramadhan (3/2-4/1), Al Wahidi dalam Al Wasith (1/64/1), dan Ad Dulabi dalam Al Kuna (1/107), dari jalan 'Amr bin Hamzah Al Qaisi Abu Usaid dari Abu Ar Rabi' Khalaf dari Anas bin Malik, secara marfu'. Dalam sanadnya terdapat para periwayat yaitu:
a) Amr bin Hamzah. Didha'ifkan oleh Ad-Daruquthni. Ath Thabrani berkata,"Hadits ini tidak diriwayatkan dari Anas , kecuali dengan sanad ini, dan 'Amr bersendiri dalam meriwayatkannya."
b) Khalaf Abu Ar Rabi', seorang yang majhul (tidak dikenal). Dan is bukan Khalaf bin Mahran sebagaimana disebutkan oleh AI Bukhari dan Ibnu Abi Hatim.

9. Bulan Ramadhan itu tergantung diantara langit dan bumi, dan tidak akan diangkat kepada Allah kecuali dengan zakat fitrah.
Hadits dha'if. Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al 'Hal Al Mutanahiyah (2/8/824). Lalu beliau manyatakan, bahwa hadits ini tidak shahih. Di dalamnya terdapat periwayat bernama Muhammad bin Ubald AI Bashri, dia seorang yang majhul (tidak dikenal).

10. Orang yang berpuasa Ramadhan ketika safar seperti orang yang berbuka ketika mukim.
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1/ 511), Al Haitsam bin Kulai dalam Al Musnad (22/2) dan Adh Dhiya' dalam Al Mukhtarah (1/305), dari jalan Usamah bin Zaid dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari bapaknya Abdurrahman bin `Auf, secara marfu'.
Hadits ini dha'if, karena ada dua 'illah (sebab yang mendha'ifkan) yaitu:
a) Terdapat Inqitha' (terputus sanadnya), karena Abu Salamah tidak pernah mendengar (hadits) dari bapaknya, sebagaimana dalam Al Fath (yakni Fathul Barr).
b) Usamah bin Zaid ada kelemahan dalam hafalannya, dan (dalam hadits ini) dia menyelisihi (periwayatan) orang yang tsiqah, yaitu Ibnu Abi Dzi'b, bahwa is (Ibnu Abi Dzi'b) meriwayatkannya dari Az Zuhri Ibnu Syihab secara mauquf (hanya sampai sahabat). Diriwayatkan juga oleh An Nasal (1/316) dan AI Firyabi dalam Ash Shiyam (4/70/1), dari beberapa jalan dari Ibnu Syihab. Oleh karena itu, Al Baihaqi berkata dalam As Sunan Al Kubra (4/244), "Dan hadits ini mauquf. Dalam sanadnya terdapat inqitha' (keterputusan). Dan diriwayatkan secara marfu', namun sanadnya dha'if."

11. Barangsiapa beri'tikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, maka sama pahalanya seperti dua dua kali umrah.
Hadits maudhu' (palsu). Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu'ab dari hadits AI Husain bin Ali; secara marfu'. Lalu beliau berkata,"Sanadnya dha'if, Muhammad bin Zadan seorang periwayat hadits ini adalah seorang matruk (ditinggalkan haditsnya)." Imam Al Bukhari berkata, "Haditsnya tidak boleh ditulis."
Dalam sanadnya juga terdapat periwayat bernama 'Anbasah bin Abdurrahman. Al Bukhari berkata,"Mereka (ahli hadits) meninggalkan (hadits)nya." Adz Dzahabi berkata dalam Adh Dhu'afa, "Dia itu matruk dan tertuduh memalsukan hadits."
Adz Dzahabi dalam Al Mizan menukil dari Abu Hatim, bahwa ia berkata tentang 'Anbasah-,"Dia memalsukan hadits", dan ini salah satunya.

12. Barangsiapa berbuka satu hari (di slang hari) bulan Ramadhan dalam keadaan mukim, maka hendaknya menyembelih seekor hewan kurban (unta atau sapi). Jika tidak sanggup, maka memberi makan orang-orang miskin dengan kurma sebanyak 30 sha'.
Hadits maudhu' (palsu). Disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu'atdari apa yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, dari jalan Khalid bin 'Amr Al Himshi dari bapaknya dari Al Harits bin 'Ubaidah Al Kila'i dari Muqatil bin Sulaiman dari 'Atha bin Abi Rabah dari Jabir, secara marfu'. Beliau (Ibnul Jauzi) berkata (2/196), "Muqatil itu pendusta, dan Al Harits itu dha'if (lemah haditsnya)." Dan disepakati oleh As Suyuthi dalam Al Laali (2/106).

13. Sesungguhnya, syurga akan berhias menghadapi bulan Ramadhan dari tahun ke tahun. Maka jika datang malam pertama bulan Ramadhan, berhembuslah angin dari bawah 'arsy, lalu terbukalah daun-daun syurga dari tubuh Hur'ien (para bidadari syurga), lalu mereka berkata, "Wahai Rabb kami, jadikanlah untuk kami pasangan-pasangan dari hamba-hambaMu yang dapat menyejukkan mata kami dan menyejukkan mata mereka."
Hadits munkar. Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu jam Al Awsath no. 6943, Tammam dalam Al Fawaid (Juz 1,.no. 34), dan Ibnu 'Asakir dalam Fadhlu Ramadhan (Q/171-2) , dari jalan Al Walid bin Al Walid dari Ibnu Tsauban dari'Amr bin Dinar dari Ibnu Umar, secara marfu'.
Ath Thabrani berkata,'Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Tsauban selain Al Walid." Dan dia adalah Al Qalanisi, seorang yang wahin (amat lemah haditsnya). Ad Daruquthni menyatakan, bahwa dia (Al Walid) itu matruk. Di waktu lain beliau mengatakan, "Munkarul hadits." Sedangkan Nashr Al Maqdisi menyatakan,"Mereka (ahli hadits) telah meninggalkannya (AI Walid)."

14. "Barangsiapa memberi buka kepada seorang yang berpuasa di bulan Ramadhan dari pendapatan yang halal, maka malaikat akan mendo'akannya sepanjang malam-malam Ramadhan, Jibril akan menjabat tangannya. Dan barangsiapa yang tangannya dijabat oleh Jibril, maka hatinya akan lunak dan air matanya akan banyak bercucuran." Seorang laki-laki bertanya,' Wahai Rasulullah, jika seseorang tidak punya?" Beliau menjawab, "Cukup segenggam makanan." Orang tersebut bertanya lagi,'Bagaimana dengan orang yang tidak punya itu?" Beliau menjawab, "Kalau begitu sepotong roti."Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana jika dia tidak punya itu." Beliau menjawab,"Kalau begitu, seteguk susu. "Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana jika dia tidak punya itu?" Beliau menjawab, "Kalau begitu, seteguk air minum."
Hadits dha'if. Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil (Q69/2), dari jalan Hakim bin Khidzam Al Abdi dad Ali bin Zaid dari Sa'id bin Al Musayyib dari Salman Al Farisi, secara marfu'. Sanad hadits ini lemah sekali, padanya ada dua 'illat (sebab kelemahannya), yaitu:
a) Ali bin Zaid, yaitu bin Jad'an adalah seorang yang dha'if karena buruk hafalannya.
b) Hakim, dinyatakan oleh Abu Hatim sebagai,"Matrukul hadits." Sedangkan Al-Bukhari menyebutnya, "Munkarul hadits.


Selengkapnya...

hadits palsu bulan rajab


Terjemahan dari Kitab : Al Fawaaid Al Majmu`ah di Al Ahadiits Al Maudhu`ah
Karya : Syaikul Islam Muhammad Bin `Ali As Syaukaniy (Wafat : 1250 H)
Diterjemahkan oleh Abu Al Mundzir


1. “Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban bulan Saya

(Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam), sedangkan Ramadhan bulan ummat Saya. Barang siapa berpuasa di bulan Rajab dua hari, baginya pahala dua kali lipat, timbangan setiap lipatan itu sama dengan gunung gunung yang ada di dunia, kemudian disebutkan pahala bagi orang yang berpuasa empat hari, enam hari, tujuah hari, delapan hari, dan seterusnya, sampai disebutkan ganjaran bagi orang berpuasa lima belas hari.

Hadits ini “Maudhu`” (Palsu). Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan An Naqqaasy, dia perawi yang dituduh pendusta, Al Kasaaiy- rawi yang tidak dikenal (Majhul). Hadits ini juga diriwayatkan oleh pengarang Allaalaiy dari jalan Abi Sa`id Al Khudriy dengan sanad yang sama, juga Ibnu Al Jauziy nukilan dari kitab Allaalaiy.

2. “Barang siapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab, sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh, barang siapa berpuasa tujuh hari Allah Subhana wa Ta`ala akan menutupkan baginya tujuh pintu neraka, barang siapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab Allah Ta`ala akan membukakan baginya delapan pintu sorga, siapapun yang berpuasa setengah dari bulan Rajab itu Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah sekali.”

Diterangkan di dalam kitab Allaalaiy setelah pengarangnya meriwayatkannya dari Abaan kemudian dari Anas secara Marfu` : Hadits ini tidak Shohih, sebab Abaan adalah perawi yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin Al Azhar pemalsu hadits, kemudian dia jelaskan : Dike-luarkan juga oleh Abu As Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwaan dari Abaan, adapaun Ibnu `Ulwaan pemalsu hadits.

3. “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang mulia. Barang siapa berpuasa satu hari di bulan tersebut berarti sama nilainya dia berpuasa seribu tahun-dan seterusnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Syaahin dari `Ali secara Marfu`. Dan dijelaskan dalam kitab Allaalaiy : Hadits ini tidak Shohih, sedangkan Haruun bin `Antarah selalu meriwayatkan hadits-hadits yang munkar.

4. “Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab satu hari sama nilainya dia berpuasa sebu-lan penuh dan seterusnya”.

Diriwayatkan oleh Al Khathiib dari jalan Abi Dzarr Marfu`. Di sanadnya ada perawi : Al Furaat bin As Saaib, dia ini perawi yang ditinggalkan.

Berkata Al Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya “Al Amaaliy” : sepakat diriwayatkan hadist ini dari jalan Al Furaat bin As Saaib- dia ini lemah- Rusydiin bin Sa`ad, dan Al Hakim bin Marwaan, kedua perawi ini lemah juga.

Sesungguhnya Al Baihaqiy juga meriwayatkan hadits ini di kitabnya :
“Syu`abul Iman” dari hadits Anas, yang artinya :
“Siapapun yang berpuasa satu hari di bulan Rajab sama nilainya dia berpuasa satu tahun.” Di menyebutkan hadits yang sangat panjang, akan tetapi di sanad hadits ini juga ada perawi ; `Abdul Ghafuur Abu As Shobaah Al Anshoriy, dia ini perawi yang ditinggalkan. Berkata Ibnu Hibbaan : “Dia ini termasuk orang orang yang memalsukan hadits”.

5. “Barang siapa yang menghidupkan satu malam bulan Rajab dan berpuasa di siang hari-nya, Allah Ta`ala akan memberinya makanan dari buah buahan sorga- dan seterusnya.”

Diriwayatkan dalam kitab Allaalaiy dari jalan Al Husain bin `Ali Marfu`: Berkata pengarang kitab : Hadits ini Maudhu` (palsu).

6. “Perbanyaklah Istighfar di bulan Rajab. Sesungguhnya Allah Ta`ala membebaskan hamba hambanya setiap sa`at di bulan itu, dan Sesungguhnya Allah Ta`ala mempunyai kota kota di Jannah-Nya yang tidak akan dimasuki kecuali oleh orang yang berpuasa di bulan itu.

Dikatakan dalam “Adz dzail” : Dalam sanadnya ada rawi namanya Al Ashbagh : Tidak bisa dipercaya.

7. “Di bulan Rajab ada satu hari dan satu malam, siapapun yang berpuasa di hari itu, dan mendirikan malamnya. Maka sama nilainya dengan orang yang berpuasa seratus tahun dst.

Dikatakan dalam “Adz dzail” : Di dalam sanadnya ada nama rawi Hayyaj, dia adalah rawi yang ditinggalkan.

Dan demikian disebutkan tentang : “Berpuasa satu hari atau dua hari di bulan itu.”

Disebutkan juga dalam “Adz dzail : Sanad hadits ini penuh dengan kegelapan sebahagian atas sebahagian lainnya, di dalam sanadnya ada perawi perawi yang pendusta : Dan demikian diri-wayatkan : “Bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkhutbah pada hari jum`at sepekan sebelum bulan Rajab. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : “Hai sekalian manu-sia! Sesungguhnya akan datang kepada kalian satu bulan yang mulia. Rajab bulan adalah bu-lan Allah yang Mulian, dilipat gandakan kebaikan di dalamnya, do`a-do`a dikabulkan, kesusa-han kesusahan akan di hilangkan.” Ini adalah Hadist yang Munkar.

Dan dalam hadits yang lain : “Barang siapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, dan mendirikan satu malam dari malam malamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta`ala akan membangkitkannya dalam keadaan aman nanti di hari Kiamat- dan seterusnya.”

Di dalam sanad hadits ini : Kadzaabun (para perawi pendusta).

Demikian juga hadits : “Barang siapa yang menghidupkan satu malam di bulan Rajab, dan berpuasa disiang harinya: Allah akan memberikan makanan buatnya buah buahan dari Sorga- dan seterusnya.”

Di dalam sanadnya : Para perawi pembohong/pemalsu hadits.

Demikian juga hadits : “Rajab bulan Allah yang Mulia, dimana Allah mengkhususkan bulan itu buat diri-Nya. Maka barang siapa yang berpuasa satu hari di bulan itu dengan penuh keimanan dan mengharapkan Ridho Allah, dia akan dimasukan ke dalam Jannah Allah Ta`ala- dan seterusnya.”

Di dalam sanadnya : Para perawi yang ditinggalkan.

Demikian juga hadits : “Rajab bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam, Ramadhan bulan ummat Saya.” Demikian juga hadits : “Keutamaan bulan Rajab di atas bulan bulan lainnya ialah : seperti keutamaan Al Quran atas seluruh perkataan perkataan lainnya- dan seterusnya.”

Berkata Al Imam Ibnu Hajar : Hadits ini Palsu.

Berkata `Ali bin Ibraahim Al `Atthor dalam satu risalahnya :
“Sesungguhnya apa apa yang diriwayatkan tentang keutamaan tentang puasa di bulan Rajab, seluruhnya Palsu dan Lemah yang tidak ada ashol sama sekali. Berkata dia : “`Abdullah Al Anshoriy tidak pernah puasa di bulan Rajab, dan dia melarangnya, kemudian berkata : “Tidak ada yang shohih dari Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam satupun hadist mengenai keutamaan bulan Rajab.” Kemudian dia berkata : Dan demikian juga : “Tentang amalan amalan yang dikerjakan pada bulan ini : Seperti mengeluarkan Zakat di dalam bulan Rajab tidak di bulan lainnya.” Ini tidak ada ashol sama sekali.

Dan demikian juga, “dimana penduduk Makkah memperbanyak `Umrah di bulan ini tidak seperti bulan lainnya.” Ini tidak ada asal sama sekali sepanjang pengetahuan saya. Dia berkata : “Diantara yang diada-adakan oleh orang yang `awwam ialah : “Berpuasa di awal kamis di bulan Rajab,” yang keseluruhannya ini adalah : Bid`ah.

Dan diantara yang mereka ada adakan juga di bulan Rajab dan Sya`ban ialah : “Mereka memperbanyak ketho`atan kepada Allah melebihi dari bulan bulan lainnya.”

Adapun yang diriwayatkan tentang : Bahwa Allah Ta`ala memerintahkanNabi Nuh `Alaihi wa Sallam untuk membuat kapalnya di bulan Rajab ini, serta diperintahkan kamu Mu`minin yang bersama dia untuk berpuasa di bulan ini.” Ini Hadits Maudhu` (Palsu).
Selengkapnya...

kerinduan yang tak tersalurkan


jiwaku tenggelam dalam lautan gelap,,,
jasadQ takk sanggup melawan,
pikiranQ tak bisa berputar,
hidup makin sulit,
hidup dalam lingkungan yang tak sepaham,
carut marut dalam keluaraga tak kunjung selesai,
ingin Q kembali dalam pangkuanMu Ibu,,,,! ~_~
semoga jiwamu tenang di Alam sana!!
kerinduanQ akan mengantarkan Doa Untukmu!
semoga kami anak-anakmu dapt berkumpul lagi,,!
agar yang Tua dapat menceritakan sosokMu pada kami yang belum mengenal saat kau pergi!
mataQ sayu, tulangQ lemah, saat kusadari betapa kami merindukanMu,!!
Ibu,,,, jasamu pasti akan diBalas....!!!
Selengkapnya...

Kebiadaban Manusia di Jaman Moderen

00b







Selengkapnya...

Suara Hati


Anugerah terindah adalah ketenangan dalam hati dan jiwa,,!!
ketika kulepaskan semua bongkahan dosa dalam dada,
terasa sungguh besar anugerah itu dan betapa nyata terasa!!
perlahan-lahan jiwa sakit, hati teriris, jasad tersisksa, langkah terhenti,!!
aaahhhhh,,,,,, syetan sungguh pandai menyiksa insan yang lugu,,!!
tak tahu akibat nafsu, buta dengan perasaan, mati karena rindu, kaku tanpa cinta,,!!
huuummmm,,,,,,,, syetan mulai tersenyum dengan keadaan mangsanya,
dia menganggap bahwa jalannyalah satu-satunya obat penawar dalam risau,,!!
tidak,,,tidak,,, aku takkan menyerah dalam deritaku,!!
biarkan kulitku terkupas, hatiku remuk, jiwaku mati, perasaanku hampa,,!!
heeeiiiiiii,,,,,,, tenanglah!! semua ini hanyalah sementara,,!!
bukankah Rahmat dan kasih sayang-Nya ada dimana-mana,,??
perpisahan manusia hanyalah sakit dalam sekejap,,!!
sudahlahhhhh,,,,,,,,,, jangan tangisi!! bukankah Neraka itu abadi??
dan penuh dengan orang-orang mengambil penawar batin dari Syetan,,!!??
Rabb,,,,, Terimalah taubatku!!

Selengkapnya...